Senin, 04 Mei 2015

ADA APA DENGAN HUKUM POSITIF KORUPSI DI INDONESIA?









BAB I

PENDAHULUAN


1.1. Penegasan Mengenai Judul


“Ada apa dengan hukum positif korupsi di indonesia?”

Korupsi di Indonesia merupakan problem besar dan akut. Disinyalir, korupsi telah menjadi bagian dari budaya yang sudah menjangkiti semua lini. Mulai dari pejabat hingga rakyat, dari yang nilainya triliunan hingga hanya ribuan rupiah.



Praktik korupsi, khususnya di daerah, berlangsung dari yang halus sampai kasar, dari yang kontroversial sampai yang penuh intrik. Spektrum praktik korupsi di daerah tidak terbatas pada pejabat publik atau legislatif daerah, tetapi juga melibatkan orang pusat. Bahkan yang mengejutkan, ternyata praktik korupsi ini menyentuh juga sampai elemen masyarakat terkecil yang melibatkan dana relatif kecil, yaitu hanya ratusan ribu rupiah.

Kondisi demikian sudah pernah dinyatakan oleh Bung Hatta pada suatu kesempatan tahun 1970. Ia mengatakan, perilaku korupsi bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi hal yang biasa terjadi dan bukan barang aneh. Tidak heran jika peringkat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia belum beringsut dari bilangan kurang dari seratus. Tahun 2008, misalnya, Indonesia masih berada pada urutan ke-126 dari 180 negara. Dari 16 negara di kawasan Asia Pasifik, hasil survei terbaru Political and Economic Risk Consultancy (PERC) bahkan menempatkan Indonesia pada urutan terbawah, sebagai negara terkorup.


1.2. Alasan Pemilihan Judul

Pada saat ini Negara Indonesia sedang mengalami masa – masa sulit melawan berbagai masalah. Salah satunya ialah masalah Korupsi, maka hal ini dapat diangkat sebagai permasalahan bersama yang harus segera di tuntaskan dan diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernagara. Karena Korupsi itu merusak dan dapat menghasilkan berbagai masalah sosial lainnya. Maka dengan ini Karya Ilmiah tentang Permasalahan Korupsi di Indonesia ingin saya bahas dalam Karya Ilmiah ini.


1.3. Tujuan Penelitian yang Diselenggarakan

Tujuan penulis memilih Karya Ilmiah tentang Permasalahan Korupsi di Indonesia ini adalah ingin membagi pengetahuan kepada para pembaca dan generasi muda penerus bangsa indonesia tentang pembahasan masalah korupsi di Indonesia. Dan memberikan paradigma, bahwa Permasalahan Korupsi di Indonesia ini dapat di selesaikan dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang Terhormat dan Bermartabat.


1.4. Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang saya angkat adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud korupsi?

2. Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi?

3. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia?

4. Kebijakan pemerintahan dalam pemberantasan korupsi?

5. Peran serta pemerintahan dalam memberantas korupsi?

6. Upaya – upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia?


1.5. Sistematika

BAB 1. Pendahuluan

1.1. Penegasan melalui judul

1.2. Alasan pemilihan judul

1.3. Tujuan penelitian yang di selenggarakan

1.4. Rumusan masalah

1.5. Sistematika


BAB 2. Analisis landasan teori

2.1. Analisis hasil-hasil

2.2. Penampilan anggapan

2.3. Pernyataan hipotesis

2.4. Hal yang diharapkan


BAB 3. Analisis dan penetapan metode yang digunakan

3.1. Sample dan prosedur sampling

3.2. Metode dan prosedur pengolahan data

3.3. Metode dan penganalisisan data


BAB 4. Pengumpulan data dan penyajian data

4.1. Uraian secara singkat

4.2. Penyajian tabel


BAB 5. Analisis data

5.1. Analisis statistik

5.2. Analisis kualitatif

5.3. Analisis komparatif

5.4. Kesimpulan analisis


BAB 6. Kesimpulan dan saran-saran

6.1 Ungkapan kembali secara singkat tentang masalah

6.2 Nyatakan kembali metode yang digunakan

6.3 Ungkapkan kembali penyajian masalah

6.4 Saran dan rekomendasi yang relevan


BAB II


ANALISIS LANDASAN TEORI


2.1. Analisis Hasil – Hasil

Melihat dari sumber-sumber materi yang telah di kumpulkan dapat di analisakan bahwa Korupsi merupakan tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan Negara atau perekonomian Negara. Korupsi dapat berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme.pelakunya yaitu seorang koruptor baik itu dari lembaga pemerintahan, lembaga social maupun dalam berbagai kalangan. Dampak yang dihasilkan dari tindakan Korupsi ini dapat diartikan pula sangat mengancam ketahanan Nasional. Karena sangat merugikan dan keberadannya sangat mengancam masyarakat.

Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa, berisi daya-tahan/keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan Nasional, di dalam menghaapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar negeri maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, indentitas, kelangsungan hidup Bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar Tujuan Nasional. Dengan demikian Korupsi juga dapat di artikan suatu ancaman Ketahanan Nasional karena dapat merugikan kelangsungan hidup masyarakat.


2.2. Penampilan Anggapan

Dengan menyimpulkan bahwa tindakan Korupsi ini dapat mengancam ketahanan Nasional sudah sepatasnya tindakan ini harus di tindak lanjut dengan serius. Adapun Lembaga-lembaga yang menangani telah bekerja dengan baik serta UUD1945 yang mengaturnya dari masa pemerintahan orde lama hingga demokrasi ini tidak dapat meminimalisir kasus yang terjadi. Kembali kepada kesadaraan pada diri sendiri untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Sebagai Masyarakat yang ikut serta dalam melaksanakan ketertiban Negara sudah sepatuhnya kita untuk tidak melakukan tindakan korupsi yang berdampak sangat fatal untuk ekonomi dan kesejahteraan Negara.

Kalau kita memperdalam tentang Undang-undang Dasar 1945, khususnya pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dasar dari ketahanan Nasional itu terdapat pada pasal tersebut antara lain berbunyi:

(1) . Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib dan ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.

(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan Undang-undang.

Yang di maksud dengan warga Negara, ialah orang-orang Indonesia baik asli maupun keturunan yang tunduk kepada Hukum Dasar Indonesia dan hokum-hukum lain yang mengikutinya, baik ia bertempat tinggal dalam wilayahNegara Indonesia maupun yang berada di luar wilayah Indonesia. Dengan demikian maka yang berhak wajib ikut serta dalam pembelaan Negara itu, tidak hanya sebatas pada kalanganAngkatan bersenjata saja, melainkan seluruh warga Negara, baik ia pedagang, pegawai, karyawan perusahaan, abang-abang becak, para ibu rumah tangga, mahasiswa dan pelajar. Intinya kita semua wajib ikut serta dalam memberantas masalah yang dapat merusak ketertiban atau merugikan bermasyarakat ekonomi. Tindakan yang dapat kita berikan untuk memberantas korupsi adalah dengan tidaknya melakukan tindakan korupsi tersebut.


2.3. Pernyataan Hipotesa


Untuk memperbaiki masalah di suatu negara ini tidaklah mudah, terlebih lagi masalah korupsi yang sudah menjadi budaya di negara Indonesia ini sulit sekali diberantas. berbagai upaya pencegahan dilakukan namun belum maksimal untuk membuat para pelaku korupsi benar-benar jera. Perlu atribut khusus untuk mempermalukan koruptor selama persidangan ataupun selama menjalani hukuman, di sampingmemperkuat lembaga pemberantasan korupsi, pembuktian terbalik dan pemiskinan koruptor agar membuat para pelaku korupsi ini jera dan segala kekayaannya diberikan kepada rakyat miskin untuk sekolah gratis, fasilitas masyarakat dll. agar mereka benar-benar merasa jera dan sengsara. karena apa yang telah mereka perbuat telah merugikan perekonomian Negara dan memperburuk kesejahteraan masyarakat.


2.4. Hasil yang Diharapkan


Adapun hasil yang diharapkan dari hasil penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Dapat meminimalisir kasus-kasus Korupsi yang mewabah Negara.

2. Kesadaran diri untuk tidak melakukan tindakan korupsi yang sangat berakibat buruk pada kesejahteraan ekonomi dan kecacatan suatu Negara yang dikotori oleh tindakan korupsi.

3. Lebih mengikutsertakan dalam pemeliharaan Negara dan ikut berperan serta dalam mensejahterakan Bangsa.

4. Menciptakan Negara yang bersih akan korupsi, kolusi dan nepotisme.


BAB III


ANALISIS DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN


3.1 Sample dan Prosedur Sampling
 
Ironisnya para pelaku korupsi kebanyakan adalah aparatur Negara. Contohnya saja anggota DPR (Dewan Perwakilan Reakyat) yang menurut LSI (Lingkaran Survei Indonesia) adalah lembaga terkorup yang ada di Indonesia pada tahun 2012. Seperti anggota komisi X DPR Angelina Sondakh yang terjerat kasus korupsi Mega Proyek Wisma Atlet dan Hambalang, Gayus Tambunan dalam kasus skandal Pajak. Sungguh memprihatinkan, sumber pendapatan nomor satu bangsa ini yang berasal dari uang rakyat juga dikorupsikan oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Hal inilah yang menyebabkan kurangnya elektabilitas masyarakat terhadap aparatur penyelenggara Negara. Yang berdampak pada proses penyelenggaraan demokrasi dalam pemilihan aparatur Negara lewat pemilu, yang mana semakin banyak rakyat Indonesia yang masuk dalam katagori Golput (Golongan Politik) sehingga proses demokrasi di Indonesia tidak melibatkan seluruh rakyat Indonesia.


3.2. Metode dan Prosedur Pengolahan Data

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka dan metode perspektif. Dimana data-data yang bersangkutan dengan pembahasan dikumpulkan dan dijadikan bahan dalam penyusunan karya ilmiah ini.


3.3. Metode dan Prosedur Penganalisaan Data

Metode dan prosedur penganalisaan dat karya ilmiah ini di susun dengan sub bab-bab yang diperincikan sesuai dengan sistematika penulisan. Mulai dari bab pendahuluan yang membahas tentang penegasan, alas an dan tujuan menjadikan Judul yang telah di pilih, selanjutnya dengan bab analisi landasan teori yang berisikan analisis hasil, tanggapan, hipotesis, serta tujuan dalam penulisan yang di harapkan. Bab analisis dan penetapan metode yaitu menjelaskan metode dan prosedur dari pengolahan data dan penulisannya. Bab pengumpulan dan penyajian data yaitu berisikan uraian dari pembahasannya tentang korupsi. Dilanjutkan dengan bab analisis data yang membahas tentang analisis static, analisis kwalitatif, kwantitatif, dan kesimpulannya, serta terakhir adalh bab kesimpulan berikut dengan saran.

Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam hal pemberantasan korupsi adalah :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, khususnya pasal 21dan pasal 5 (ayat1)

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

3) Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998.

4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik KKN.

5) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

6) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang- Korupsi.

7) Dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN)tahun 2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.

8) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK).

9) Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2003 berdasarkanUndang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang- Undang Nomor 20 tahun2001 junto Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.

10) Dibentuknya Tim Pemberantas Korupsi dan lain-lainnya.Upaya pencegahan praktik korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif ataupenyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki.


BAB IV


PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA


4.1. Uraian Secara Singkat


Korupsi merupakan pelanggaran dari sila ke 1,2,3,4,5

Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya. Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa. Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.


4.2. Penyajian Tabel




Tabel Peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK/CPI) Indonesia 2001-2009 :
Tahun Survei
Nilai IPK Indonesia
Sumber TI
2001
1.9
CPI 2001
2002
1.9
CPI 2002
2003
1.9
CPI 2003
2004
2.0
CPI 2004
2005
2.2
CPI 2005
2006
2.4
CPI 2006
2007
2.3
CPI 2007
2008
2.6
CPI 2008
2009
2.8
CPI 2009





BAB V


ANALISIS DATA


5.1. Analisa Statistik


Macam-Macam Korupsi

Berdasarkan pasal-pasal UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :

1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara

2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap

3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan

4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan

5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang

6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan

7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi


Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :


● Model korupsi lapis pertama

Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.


● Model korupsi lapis kedua

Jarring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.


● Model korupsi lapis ketiga

Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.


● Sebab-sebab terjadinya korupsi

Faktor penyebab terjadinya korupsi secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu internal dan eksternal.

1. Faktor internal Yaitu faktor yang ada dalam diri seorang pemegang amanah yang mendororng melakukan penyalahgunaan kekuasaan demi keuntungan prinadi atau kelompok tertentu. Faktor ini sangat beragam, misalnya: sifat rakus terhadap harta/kekayaan, sifat iri kepada orang lain, atau terbentur kebutuhan mendesak yang memicu seorang melakukan korupsi.

2. Faktor eksternal Yaitu sistem pemerintahan atau kepemimpinan yang tida seimbang sehingga dapat memeberikan kesempatan kepada pemegang amanah untuk melakukan korupsi. Faktor ini juga senantiasa berkembang, misalnya lemahnya pengawasan, lemahnya hukum, penegak hukum yang mudah disuap, sanksi hukum yang lebih ringan dibanding dengan hasil korupsi, tidak ada teladan kujujuran dari para pemimpin dan lain-lain. Lebih rincinya, secara umum terjadinya korupsi disebabkan oleh setidaknya tiga hal. Pertama, corruption by great (keserahan). Korupsi ini banyak terjadi pada orang yang sebenarnya tidak butuh, tidak terdesak secara ekonomi, bahkan mungkin sudah kaya. Jabatan tinggi, gaji besar, runah mewah, popularitas menanjak, tetapi kerakusan yang tak terbendung menyebabkannya terlibat praktik korupsi. Hal ini sudah pernah diperingatkan oleh Nabi saw bahwa kalau saja seorang anak Adam telah memilii dua lembah emas, iapun berkeinginan untuk mendapatkan tiga lembah emas lagi. Kedua, corruption by need (kebutuhan). Korupsi yang dilakukan karena keterdesakan dalam pemenuhan kebutuhan dasar hidup (basic need). Misalnya, korupsi yang dilakukan seseorang yang gajinya sangat rendah jauh dibawah standar upah minimum dan terdesak untuk memenuhi kebutuhan dasar tertentu sperti membayar SPP anakanya yang masih bersekolah. Korupsi ini banyak dilakukan oleh pegawai/karyawan kecil, polisi/prajurit rendahan, buruh kasar tukang parker, sopir, angkutan umum dan lain-lain. Ketiga, corruption by chance (peluang). Korupsi ini dilakukan karena adanya peluang yang besar unuk berbuat korup, peluang besar untuk cepat kaya melalui jalan pintas, peluang cepat naik jabatan secara instan dan sebagainya.

Biasanya hal ini didukung oleh lemahnya sistem organisasi, rendahnya akuntabilitas pubilk longgarnya pengawasan masyarakat, dan keroposnya penegakan hukum, yang diperparah dengan sanksi hukum yang tidak membuat jera. Dan adapun sebab khusus terjadinya kasus korupsi, ada beberapa poin antara lain: Pertama, rendahny pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya pendidikan agama yang terlalu menekankan aspek kognitif dan melupakan aspek afektif dan psikomotorik, atau bertambahnya ilmu pengetahuan agama tanpa dibarengi dengan peningkatan pengamalan. Kedua, struktur pemerintahan atau kepemimpinan organisasi yang bersifat tertutup (tidak transparan) dan cenderung otoriter. Dalam kondisi demikian, kecenderungan terjadi penyelewengan kekuasaan sangat tinggi. Ketiga, kurang berfungsinya lembaga perwakilan rakyat (DPR, DPD dan DPRD) sebagai kekuatan penyeimbang eksekutif (presiden, gubernur, bupati, walikota dan lain- lain). Biasanya diawali dengan cara yang tidak sah dalam memperoleh kekuasaan (jabatan politik) dengan money politics, manipulasi surat suara atau politik dagang sapi. Jika rekrutmen politiknya bermasalah, maka pada gilirannya kekuasaan hanya dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri atau kelompok mengabaikan tanggung jawab sosial, serta mengahalalkan segala cara. Keempat, tidak berfungsinya lembaga pengawasan dan penegak hukum, serta sanksi hukum yang tidak menjerakan bagi pelaku korupsi. Sebuah kepemimpinan atau pemerintahan yang tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat cenderung bertindak korup (power tends to corrup) apalagi ditamabah jika penegak hukumnya tidak jujur dan tidak adil. Kelima, mimimnya keteledanan pemimpin atau pejabat dalam kehidupan sehari-hari. Keteladan yang baik dari para pemimpin menjadi sangat penting, sebab masyarakat luas lebih cenderung meniru pemimpinnya. Lihat saja pada zaman sekarang ini sulit sekali mencari pemimpin sederhana, hemat, qona’ah (menerima dan menikmati rahmat yang sudah ada), wara’ (menjaga diri dari hal-hal yang remang-remang atau syubhat), dermawan, dan tidak bermental rakus. Tapi malah s ebaliknya, banya pemimpin yang justru hidup bermewah-mewahan, boros, pelit sombong, dan rakus. Keenam, rendahnya upah pegawai/karyawan yang berakibat rendahnya tingat kesejahteraan. Tingkat upah atau gaji juga ikut berpengarung pada meluasnya tindak kesejahteraan.

Korupsi dalam Persfektif Pancasila Dalam hal pembahasan penulis ini akan membahasnya secara sudut pandang butir-butir pancasila kemudian dikaitkan dengan perilaku-perilaku tindakan yang dibahas.

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam hal ini jelas perilaku tindka pidana korupsi ini tidak mencerminkann perilaku tersebut karena perilaku tindak pidana korupsi adalah perilaku yang tidak percaya dan taqwa kepada Tuhan. Dia menafikan bahwa Tuhan itu Maha Melihat lagi Maha Mendengar.

b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam sila ini perilaku tindak pidana korupsi sangat melanggar bahkan sama sekali tidak mencerminkan perilaku ini, seperti mengakui persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan serta membela kebenaran dan keadilan.

c. Sila Persatuan Indonesia. Tindak pidana dan tipikor bila dilihat dalam sila ini, pelakunya itu hanya mementingkan pribadi, tidak ada rasa rela berkorban untuk bangsa dan Negara, bahkan bisa dibilang tidak cinta tanah air karena perilakunya cenderung mementingkan nafsu, kepentingan pribadi atau kasarnya kepentingan perutnya saja.

d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan / Perwakilan. Dalam sila ini perilaku yang mencerminkannya seperti, mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak, keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi harkat martabat manusia dan keadilannya.Sangat jelaslah bahwa tindak pidana korupsi tidak pernah ada rasa dalam sila ini.

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Rata-rata bahkan sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi itu, tidak ada perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana gotong royong, adil, menghormati hak- hak orang lain, suka member pertolongan, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, serta tidak ada rasa bersama-sama untuk berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Jadi semua perilaku tindak pidana dan tipikor itu semuanya melanggar dan tidak mencerminkan sama sekali perilaku pancasila yang katanya ideologi bangsa ini. Selain bersifat mengutamakan kepentingan pribadi, juga tidak adanya rasa kemanusiaan, keadilan, saling menghormati, saling mencintai sesama manusia, dan yang paling riskan adalah tidak ada rasa ‘percaya dan taqwa’ kepada Tuhan Yang Maha Esa.


5.2. Analisa Kualitatif

Korupsi adalah budaya buruk bangsa Indonesia yang sulit diatasi. Berbagai faktor berpengaruh terhadap kejadian korupsi.

Data hasil survei Transparency Internasional mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei.

Survei Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang paling buruk tingkat korupsinya adalah :

· lembaga peradilan (27%)

· perpajakan (17%),

· kepolisian (11%)

· DPRD (10%)

· kementerian/departemen (9%)

· bea dan cukai (7%)

· BUMN (5%)

· lembaga pendidikan (4%)

· perijinan (3%)

· pekerjaan umum (2%).

Survei terbaru Transparency International yaitu “Barometer Korupsi Global”, menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Di kalangan negara terkorup Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Filipina (8,33) dan Thailand (7,33).

PERC : Indonesia terburuk tingkat korupsinya

Indonesia yang disebut-sebut sebagai salah satu bintang negara emerging markets ternyata merupakan negara terkorup dari 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik. Demikian hasil survei bisnis yang dirilis Political & Economic Risk Consultancy atau PERC. Dalam survei tahun 2010, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10. Angka ini naik dari 7,69 poin tahun lalu.

Hasil Survey PERC tentang negara terkorup di 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik :

1. Indonesia (Negara terkorup tertinggi di Asia Pasifik)

2. Kamboja

3. Vietnam

4. Filipina

5. Thailand

6. India

7. China

8. Malaysia

9. Taiwan

10. Korea Selatan

11. Makao

12. Jepang

13. Amerika Serikat

14. Hongkong

15. Australia

16. Singapura (Terbersih)


5.3. Analisa Komparatif

Perbandingan hasil Survey PERC tentang negara terkorup di 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik :

1. Indonesia (Terkorup)

2. Kamboja (Korup)

3. Vietnam (Korup)

4. Filipina

5. Thailand

6. India

7. China

8. Malaysia

9. Taiwan

10. Korea Selatan

11. Makao

12. Jepang

13. Amerika Serikat

14. Hongkong (Bersih)

15. Australia (Bersih)

16. Singapura (Terbersih)


5.4. Kesimpulan dari Analisa

2008

Hasil survei PERC ini menyebutkan Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup 2010. Ini berarti selama 2 tahun terakhir pemerintah SBY, Indonesia mendapat citra semakin memprihatinkan dalam hal tindakan hal korupsi. Pada tahun 2008, Indonesia menduduki posisi ke-3 dengan nilai tingkat korupsi 7.98 setelah Filipina (tingkat korupsi 9.0) dan Thailand (tingkat korupsi 8.0).

2009

Angka tingkat korupsi Indonesia semakin meningkat ditahun 2009 dibanding tahun 2008. Pada tahun 2009, Indonesia ‘berhasil’ menyabet prestasi sebagai negara terkorup dari 16 negara surveilances dari PERC 2009. Indonesia mendapat nilai korupsi 8.32 disusul Thailand (7.63), Kamboja (7,25), India (7,21) and Vietnam (7,11), Filipina (7,0). Sementara Singapura (1,07) , Hongkong (1,89), dan Australia (2,4) menempati tiga besar negara terbersih, meskipun ada dugaan kecurangan sektor privat. Sementara Amerika Serikat menempati urutan keempat dengan skor 2,89.


Jadi, dari data PERC 2010, maka dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dibanding dengan 16 negara Asia Pasifik lainnya. “Prestasi” dashyat ini bukanlah hal yang mengejutkan. Apabila Pak SBY selama ini suka mengklaim keberhasilan tindakan pemberantasan korupsi KPK seolah-olah kinerja pemerintahannya, maka kasus kriminalisasi pimpinan KPK (Bibit dan Chandra) setidaknya telah menurunkan kepercayaan pengusaha atas hasrat pemerintah bersama jajarannya dalam memberantas korupsi.


BAB VI


KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN


6.1. Ungkupan Kembali Secara Singkat tentang Masalah

Berbagai persoalan dan kerusakan yang ada di negari tercinta kita saat ini sesungguhnya disebabkan oleh kondisi moral dan etika masyarakat yang sudah mengalami kemerosotan. Kerapuhan moral dan etika bangsa ini makin terlihat jelas tatkala persoalan demi persoalan bangsa semakin hari bukan semakin hilang, tapi justru semakin meningkat tajam. Mulai dari kasus kekerasan antar kelompok, ketidakadilan sosial dan hukum, hingga budaya korup penguasa yang semakin menggurita.

Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia, memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”.

Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi dan banyak lagi, dan pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa ini sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab di dunia.


6.2. Nyatakan Kembali Metode yang di Gunakan

Untuk mengatasi masalah ini perlu ada suatu indicator yang memandang budaya korupsi. Kali ini saya akan mencoba membahas budaya korupsi dalam perspektif Pancasila yang terkandung dalam masing-masing sila.

Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ini mengajarkan agar semua rakyat Indonesia taat dalam beragama sesuai dengan agama yang dianut. Dalam ajaran beragama tidak ada agama yang mebenarkan umatnya untuk mencuri, serakah. Korupsi sama halnya dengan mencuri, mencuri uang rakyat. Dan pastinya merupakan hal yang bertentangan dengan ajaran beragama.

Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Korupsi dikatakan melanggar sila kedua karena menyebabkan kemiskinan di Indonesia. Bagaimana tidak, uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat umum digunakan untuk kepentingan pribadi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya mengakibatkan stratifikasi sosial yang begitu tampak kehidupan bangsa ini. Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sebagai manusia Indonesia kita harus mampu menem-patkan persatuan, kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan. Korupsi melanggar nilai-nilai persatuan yang sudah dimiliki bangsa ini sejak jaman peradaban kerajaan. Sebagai manusia Indonesia yang memiliki amanah sudah menjadi kewajiban untuk menjalankan tugas yang diberikan negara bukan mempermainkan tangghnung jawab demi memperkaya ataupun memperoleh kenikmatan tanpa memikirkan yang lain. Sekecil apapun tindakan korupsi itu jika bukan mengedepankan kepentingan negara, akan ada potensi perpecahan baik ditingkat lembaga, wilayah daerah maupun nasional. Pemberantasan korupsi seharusnya adalah upaya tegas berbentuk persatuan lembaga-lembaga penegak hukum, anggota masyarakat dan pemerintah.

Sila keempat berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawa-ratan Perwakilan. Dalam upaya pemberantasan korupsi ataupun penegakkan hukum atas tindakannya keputusan yang diambil harus mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Dalam hal ini Pancasila mengajarkan seluruh bangsa Indonesia untuk memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melakukan permusyawaratan artinya tidak perlu dibutuhkan semua elemen bangsa ini dapat mengatasi masalah apapun dalam menghadapi masalah nasional termasuk korupsi.

Sila kelima berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kita tahu Indonesia adalah Negara hukum. Semua perkara yang terjadi di Indonesia harus diputuskan secara adil dan tidak memihak sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun realitanya penegakan hukum di Indonesia belum seadil yang diharapkan. sebagai perbandingan Kasus pencurian sandal jepit yang dilakukan bocah 15 tahun berinisial AAL yang mencuri sandal milik Brigadir (Pol) Satu, Ahmad Rusdi Harahap rasanya tak sebanding dengan ancaman hukuman lima tahun penjara sementara banyak koruptor yang dihukum hanya 1,5 tahun. Itu pun sewaktu di dalam jeruji besi pelaku korupsi dalam menikmati penjara versi hotel bintang 5 yang dilengkapi dengan fasilitas hotel bintang 5 seperti yang dirasakan oleh Artalyta Suryani yang tersandung kasus penyuapan jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 2008 silam.

Fenomena diatas menggambarkan bagaimana perspektif Pancasila tarhadap budaya korupsi sangat memprihatikan dengan realita yang terjadi di kehidupan bermasyarakat. Untuk itu kita sebagai bangsa yang baik harus mengimplementasika secara baik dan benar Pancasila sebagai pedoman berperilaku. Terutama dalam permasalahan korupsi, kita harus menanamkan prinsip bahwa korupsi sama hal yang pelanggaran terhadap Pancasila yang pandangan hidup bangsa ini.


6.3. Utarakan Kembali Penggarapan Masalah


Dari hasil penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka dari hasil hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya dapat penulis definisikan kebenarannya, yaitu:

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsure dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnyapendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaanlingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber dayamanusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.


6.4. Kesimpulan dan Saran

A. KESIMPULAN

Pancasila merupakan sumber nilai anti korupsi. Korupsi itu terjadi ketika ada niat dan kesempatan. Kunci terwujudnya Indonesia sebagai Negara hukum adalah menjadikan nilai-nilai pancasila dan norma-norma agama. Serta peraturan perundang-undangan sebagai acuan dasar untuk seluruh masyarakat Indonesia. Suatu pemerintah dengan pelayanan public yang baik merupakan pemerintahan yang bersih (termasuk dari korupsi) dan berwibawa.


Upaya menghidupkan komunisme dan soparatisme merupakan lawan dari pancasila. Ancaman terhadap pancasila sebagai ideology dapat dikategorikan sebagai tindakan ingin meniadakan pancasila dan ingin merubah pancasila.


Korupsi adalah perubuatan pelanggaran hukum, sebuah tindak pidana. Memang tidak ada hubungannya dengan pancasila tetapi termasuk menghianati Negara. Sedangkan penghianatan Negara lewat korupsi sudah pasti penghianat terhadap azas atau dasar dari Negara.


Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, hati nurani dan moral yang tidak dipergunakan, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika,kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.


B. SARAN

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini seperti pendidikan etika dan moral demi pencegahan korupsiini semua dapatdimulai dari hal yang kecil.





DAFTAR PUSTAKA

Bakry. Noor Ms. (2010). Pendidikan Pancasila, Pustaka Pelajar.

Muzadi, H. 2009. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985.

Dr. Winarno, M.Si. (2012). Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi Panduan Praktis Pembelajaran. Yuma Pustaka.

Drs. Hadi, Amirul. 2012. KEWIRAAN MKDU, Jakarta : Rineka Cipta.

Ubaedillah, Ahmad. (2013). Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Kencana

Franz, Magnis Suseno. (2011). Artikel Materi Kuliah Umum Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar